Light Rail Transit (LRT) adalah salah satu transportasi publik yang tengah disiapkan pemerintah. Transportasi ini diharapkan nantinya bisa menjadi pilihan transportasi umum bagi masyarakat. Meski keberadaannya sering disamakan dengan KRL atau MRT, faktanya tidak semua selalu sama.
Sudah lebih dari satu bulan, proyek pembangunan LRT telah dimulai. Pemerintah lebih memilih mengerjakan proyek ini karena nantinya akan menjadi pilihan transportasi masal perkotaan sehari-hari yang bisa mengurai kemacetan Ibu Kota dan sekitarnya. Proyek ini ditragetkan selesai pada awal 2018.
Jika dilihat sekilas, LRT memang tidak jauh berbeda dengan krl dan MRT. LRT sendiri merupakan moda transportasi berbasis rel. Ketiganya sama-sama digerakan oleh aliran listrik.
Dikutip dari Kompas.com, Ahok mengatakan jenis rel yang akan digunakan oleh LRT adalah rel berukuran 1067 milimeter. Ukuran ini sama dengan yang saat ini digunakan oleh KRL dan nantinya juga akan oleh MRT.
Meski memiliki kesamaan, ketiganya juga mempunyai perbedaan.
Salah satunya dalam jumlah mengangkut penumpang. Kapasitas LRT dinilai lebih kecil dari MRT ataupun KRL. Setiap rangkaian kereta hanya bisa mengangkut maksimal 628 orang penumpang karena dalam satu rangkaian LRT terdiri atas maksimal tiga kereta.
Lainnya, MRT terdiri dari maksimal enam kereta dan dapat mengangkut sekitar 1.950 penumpang. Untuk daya angkut KRL sendiri yang setiap rangkaian keretanya (terdiri dari 8 hingga 10 kereta) sanggup mengangkut 2.000 penumpang.
Hal yang membedakan lainnya, yakni mengenai perlintasan. Untuk LRT akan ada enam koridor LRT yang ditargetkan. Rute tersebut adalah Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, Cawang-Dukuh Atas, Cibubur-Bogor, Dukuh Atas-Palmerah-Senayan, dan Palmerah-Grogol. Semua perlintasan itu direncanakan dibangun dengan jalur layang.
Lain lagi dengan perlintasan MRT yang dibangun dalam dua jenis, yakni layang dan bawah tanah. Proyek pembangunan tahap satu MRT di Jakarta akan menyelesaikan rute Lebak Bulus-Sisingamangaraja-Bundaran HI. Perlintasan Lebak Bulus-Sisingamangaraja merupakan jalur layang, sedangkan Sisingamangaraja-Bundaran HI merupakan jalur bawah tanah.
Jalur layang maupun jalur bawah tanah ini tidak akan bersinggungan dengan jalan raya (perlintasan sebidang). Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Muhammad Nasyir pernah mengatakan, jenis perlintasan berpengaruh besar terhadap jarak kedatangan antarrangkaian kereta di stasiun. Jika tidak ada perlintasan sebidang akan membuat kedatangan rangkaian kereta bisa dilakukan sesering mungkin.
"Karena tidak ada perlintasan sebidang, pelayanannya jadi lebih cepat. Nantinya kereta akan tiba di stasiun per 5 menit," kata Nasyir.
Berbeda dengan KRL yang mempunyai jarak antarkereta lebih lama karena hampir semua rute KRL merupakan jalur di atas tanah. Akibatnya banyak perlitasan sebidang. Satu-satunya jalur KRL yang tidak memiliki perlintasan sebidang adalah jalur antara Manggarai-Jakarta Kota. Jalur ini merupakan jalur layang.
Jalur layang maupun jalur bawah tanah ini tidak akan bersinggungan dengan jalan raya (perlintasan sebidang). Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Muhammad Nasyir pernah mengatakan, jenis perlintasan berpengaruh besar terhadap jarak kedatangan antarrangkaian kereta di stasiun. Jika tidak ada perlintasan sebidang akan membuat kedatangan rangkaian kereta bisa dilakukan sesering mungkin.
"Karena tidak ada perlintasan sebidang, pelayanannya jadi lebih cepat. Nantinya kereta akan tiba di stasiun per 5 menit," kata Nasyir.
Berbeda dengan KRL yang mempunyai jarak antarkereta lebih lama karena hampir semua rute KRL merupakan jalur di atas tanah. Akibatnya banyak perlitasan sebidang. Satu-satunya jalur KRL yang tidak memiliki perlintasan sebidang adalah jalur antara Manggarai-Jakarta Kota. Jalur ini merupakan jalur layang.
0 comments:
Post a Comment