Jika berkunjung ke Yogyakarta, tidak asing di telinga kita sebuah tempat yang bernama Malioboro. Malioboro terkenal sebagai titik keramaian di tengah kota yang menawarkan beraneka ragam suvenir khas Yogyakarta. Namun tahukah Anda jika di ujung selatan jalan Malioboro terdapat sebuah benteng kokoh yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, yang bernama benteng Vredeburg?
Berawal dari tembok tanah yang dibangun Sultan
Sejarah Vredeburg bermula dari benteng sederhana berbentuk bujur sangkar yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1760 atas permintaan Belanda. Belanda pada waktu itu berdalih pembangunan benteng dimaksudkan untuk menjaga wilayah Keraton Ngayogyakarta, meskipun tujuan sebenarnya adalah untuk memudahkan Belanda dalam mengontrol aktivitas keraton. Benteng ini, dindingnya hanya terbuat dari tanah yang disangga dengan kayu pohon kelapa dan pohon aren. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut),Jayaprakosaningprang (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara). Tahun 1767 Gubernur Jenderal Hindia Belanda W.H. Van Ossenberg memulai renovasi benteng ini agar menjadi bangunan permanen, dan selesai pada tahun 1787. Benteng permanen ini dinamakan Restenburg (benteng peristirahatan). Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa hebat yang merusak beberapa bagian benteng. Bagian-bagian tersebut segera diperbaiki dan nama benteng diubah menjadi Vredeburg (benteng perdamaian).
Sumber informasi perjuangan Bangsa Indonesia
Benteng Vredeburg dijadikan museum perjuangan nasional sejak tahun 1987. Menurut Koordinator Bimbingan dan Edukasi Museum Benteng Vredeburg Budi Sayata, saat ini koleksi di Vredeburg mencapai lebih dari 6.000 barang yang terdiri dari benda-benda sisa perjuangan seperti meriam dan senjata, foto-foto, dan diorama. Untuk menarik minat pengunjung dalam mempelajari sejarah perjuangan bangsa, museum ini juga memiliki perangkat seperti informasi audio visual dengan layar sentuh dan game interaktif yang menyajikan tantangan tebak gambar pahlawan dan senjata para pejuang. Pengunjung juga bisa merasakan atmosfer perjuangan dengan melewati jalur khusus yang telah didesain sedemikian rupa dengan patung-patung prajurit, pencahayaan dramatis, dan efek suara baku tembak. Meskipun banyak ruangan yang bagian dalamnya sudah diperbaharui, namun bentuk asli bangunan masih dipertahankan sesuai dengan arsitektur Benteng Vredeburg yang asli. Keaslian bangunan dan penataan wilayah benteng yang rapi membuat tempat ini juga diminati oleh para fotografer. Anda dapat memotret kegagahan bangunan benteng dengan arsitektur yang eksotis ini dari berbagai sudut pengambilan gambar yang indah.
Objek wisata murah meriah
Museum Benteng Vredeburg buka mulai pukul 8 pagi dan tutup pada pukul 5 sore, melayani pengunjung setiap hari kecuali hari Senin. Biaya tiket yang dikenakan terbilang sangat murah, hanya 2.000 rupiah untuk orang dewasa dan 1.000 rupiah untuk anak-anak. Nunik, petugas loket Museum Benteng Vredeburg menuturkan, jumlah pengunjung Benteng Vredeburg rata-rata mencapai 500 orang pada hari biasa dan bisa mencapai 1.000 orang pada hari libur. “Karena Yogyakarta terkenal sebagai tujuan wisata, pengunjung benteng ini juga bukan hanya dari Yogyakarta. Banyak yang datang dari Jawa Barat dan Jawa Timur, bahkan juga mancanegara,” ujar Nunik. Seorang pengunjung, Aldi mengakui bahwa Vredeburg adalah objek wisata yang murah meriah. “Saya nggak terlalu ngertisejarah, tapi saya suka datang ke Benteng Vredeburg bersama teman-teman karena murah dan dioramanya bagus-bagus,” kata Aldi.
0 comments:
Post a Comment