Facebook

https://www.facebook.com/profile.php?id=100003312817274

Saturday, 30 January 2016

Jadwal Pink Line Ditambah



Mengingat tingginya permintaan masyarakat untuk penambahan KRL Jakarta Kota-Tanjung Priok. PT KAI Commuter Jabodetabek, selaku operator KRL Jabodetabek, menambah jadwal perjalanan KRL Jakarta Kota-Tanjung Priok. Sebelumnya, jumlah perjalanan KRL di Pink Line hanya 6 trip, dengan perincian 3 trip dari Jakarta Kota dan 3 trip lainnya dari Tanjung Priok. 

Namun karena tingginya minat penumpang, jadwalnya di tambah jadi 12 trip dengan perincian 6 dari Jakarta Kota dan 6 lagi dari Tanjung Priok. Jadwal tambahan ini mulai berlaku 26 Januari 2016. Berikut adalah jadwal KRL Pink Line yang di tambah mulai 26 Jnanuari


Namun untuk sementara waktu KRL tetap tidak berhenti di Ancol karena infrastruktur di Stasiun Ancol yang masih belum siap. Diharapkan dengan beroperasinya jadwal tambahan ini dapat mempermudah mobilisasi para pegawai yang bekerja di Pelabuhan Tanjung Priok maupun sekitarnya.

Scheinenzeppelin, Ketika Kereta Dan Zeppelin Disatukan

Scheinenzeppelin di stablingan Erkrath-Hochdahl | sumber: wikipedia
Jerman memang merupakan salah satu negara yang maju dibidang teknologi transportasi. Berbagai macam inovasi dibidang transportasi terus bermunculan sejak dulu. Awal abad 20 adalah masa dimana inovasi futuristik dibidang transportasi dan persenjataan bermunculan. Tidak ketinggalan transportasi berbasis jalur rel. Jerman sendiri sangat terkenal dalam bidang perkeretaapian dalam fungsi transportasi, persenjataan, dan lain lain. Salah satu contoh inovasi dibidang perkeretaapian dari Jerman adalah hasil penerapan desain kapal terbang zeppelin ke sebuah kereta yang dinamakan Scheinenzeppelin atau Zeppelin rel.

Scheinenzeppelin didesain dan dikembangkan pada tahun 1929 oleh seorang insinyur Jerman yang bernama Franz Kruckenberg. Kereta ini dibuat pada awal 1930-an di bengkel Hannover-Leinhausen milik Deutsche Reichbahn (perusahaan kereta nasional Jerman kala itu). Kereta dengan panjang 25,8 meter dan tinggi 2,8 meter ini selesai dikerjakan pada musim gugur ditahun yang sama. Sepanjang sejarah hanya dibuat satu unit purwarupa karena masalah keamanan dalam pengoperasiannya dan dirucat pada tahun 1939. Scheinenzeppelin mampu memuat 40 orang penumpang.

Schenenzeppelin menggunakan 2 mesin BMW IV 6 silinder (kemudian 1 unit mesin 12 silinder) bertenaga 600hp yang dibuat untuk pesawat terbang dengan propeler 4 bilah (kemudian 2 bilah) di belakangnya yang berputar layaknya baling-baling pesawat. Jika dilihat, konsepnya mirip Aerowagon yang dikembangkan oleh Russia pada tahun 1917, namun Scheinenzeppelin sangat jauh berbeda di segi desain body. Scheinenzeppelin jauh lebih futuristikmengambil desain kapal udara Zeppelin yang populer pada era 1890-an. Uniknya, kereta ini hanya memiliki bogie bergandar tunggal yang artinya kereta ini hanya memiliki 4 buah roda saja. 
Pada uji coba pertama tanggal 10 Mei 1931, Scheinenzeppelin mampu melaju dengan kecepatan 200Km/h. Pada uji coba selanjutnya di jalur Berlin-Hamburg antara Karstädt dan Dergenthin yang belum pernah dilewati kereta lain hingga tahun 1954 pada tanggal 21 Juni 1931, kecepatannya bertambah menjadi 230Km/h dan menjadi rekor baru dalam hal kecepatan didunia perkeretaapian dunia. Kecepatan yang mengagumkan ini mungkin juga didukung oleh material badan kereta yang menggunakan alumunium yang cukup ringan dan membuat kereta ini hanya seberat 20 ton.

Pada tahun 1932, pak Kruckenberg memulai proyek baru dengan memodifikasi kereta ini, komposisi roda yang awalnya 1-1 diubah menjadi B-1 dengan mengganti bogie depan dengan bogie 2 gandar ber-traksi. Mesin tetap menggunakan mesin pesawat, namun sistem transmisi diganti menjadi hidrolik. Versi baru ini berkecepatan 180Km/h diawal tahun 1933.
Hasil modifikasi pak Kruckenberg tahun 1932, komposisi rida B-1 dengan transmisi hidrolik | sumber
Karena banyaknya masalah pada purwarupa Scheinenzeppelin, DRG atau Deutcshce Reichbahn-Gesellschaft yang merupakan perusahaan yang menaungi kereta ini lebih memilih untuk fokus pada pengembangan kereta cepat yang mampu dioperasikan reguler dan menjadi basis desain untuk pengembangan seri-seri kereta selanjutnya. Pada tahun 1933, DRG mengembangkan seri 137 155 "Fliegender Hamburger". Berbekal ide-ide dan konsep pak Kruckenberg dengan proyek Zeppelin relnya, DRG menemukan jalannya sendiri dalam mengembangkan kereta cepat.

Pada tahun 1934,  Scheinenzeppelin mengalami modifikasi untuk terakhir kalinya. Mesin BMW diganti dengan mesin Maybach GO 5. Pada bulan Juli 1934, Scheinenzeppelin dibeli oleh Deutsche Reichbahn (sekarang DB) seharga 10.000 Reichmark. Lima tahun kemudian, Scheinenzeppelin dibongkar karena angkatan darat Jerman membutuhkan material dari kereta ini.
Karena material almunium dibutuhkan semasa perang, Body Scheinenzeppelin pun diambil untuk memenuhi kebutuhan angkatan darat Jerman | sumber
Bagaimanapun cepatnya kereta ini, tetap saja menuai berbagai macam kritik. Contohnya, tentang penggunaan propeler yang terbuka. Ukuran propeler yang besar tentu sangat membahayakan jika kereta berada di lingkungan stasiun yang ramai.

Green Car akan Segera Beroperasi di Chuo Line




Ada kabar gembira nih buat pengguna dan fans Chuo Line, Green Car akan segera beroperasi di Chuo Line. Ya, jalur kereta yang dari Hachioji sampai Tokyo ini memang merupakan rute gemuk karena besarnya okupansi penumpang yang ingin memotong waktu perjalanan dari Shinjuku ke Tokyo.


Di kutip dari laman trafficnews.jp, JR East menyatakan bahwa mereka akan mengoperasikan Green Car di Chuo Line karena okupansi yang menjanjikan untuk dioperasikannya Green Car. Saat ini, beberapa stasiun akan menjalani proses renovasi mulai awal 2017 mendatang untuk menyiapkan beroperasinya Green Car ini. Nantinya, yang beroperasi membawa Green Car ini adalah JR E231 dengan jumlah SF 8 di tambah 2 Green Car.
ilustrasi Green Car yang beroperasi di Chuo Line
Diharapkan renovasi ini bisa selesai sebelum 2019 sehingga Green Car di Chuo Line ini dapat beroperasi pada tahun 2020 mendatang. Bertepatan dengan diselenggarakannya pesta olahraga akbar sedunia, Olimpiade Tokyo 2020.

Dencha, KRL yang Bisa Dicharge




Kendaraan bertenaga baterai litium saat ini sedang menjadi trend yang ramah lingkungan di sejumlah negara. Tidak adanya emisi CO2 serta kepraktisannya menyebabkan kendaraan yang menggunakan baterai Litium menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin mengurangi dampak pemanasan global yang saat ini sedang menjadi permasalahan di dunia. Mobil atau sepeda motor yang menggunakan baterai Litium dan bisa dicharge? Ahh itu sih biasa. Bagaimana dengan kereta api?

Hah kereta di charge? Ya, betul. Perkenalkan JR Kyushu seri 819 Dencha. Pada 29 Januari 2015, JR Kyushu merilis rancangan dari seri 819 Dencha. Nama "Dencha" mungkin terdengar sok imut, namun nama "Dencha" ini merupakan singkatan dari Dual Energy Charge Train atau kalau dalam Bahasa Indonesia artinya kereta dengan dua sumber tenaga yang bisa di charge.

KRL seri 819 Dencha ini merupakan bentuk pengembangan dari KRL seri 817 yang lebih dulu di rilis dan bisa dicharge juga. Cara kerjanya pun cukup unik. Kereta ini memiliki pantograph yang berfungsi untuk mengambil listrik dari LAA. Nah fungsi pantograph ini selain sebagai sumber tenaga bagi mesin, juga untuk mencharge baterai Li-Ion yang berfungsi sebagai sumber tenaga bagi mesin di jalur yang tak punya LAA.

Skema prinsip kerja KRL 819 Dencha
sumber foto
Beda dengan KRL kebanyakan yang menggunakan listrik DC atau arus searah, KRL 819 Dencha ini menggunakan listrik AC atau dua arah arus yang di nilai lebih hemat dan ramah lingkungan ketimbang listrik DC.

Tak hanya sumber tenaganya saja yang di rancang untuk ramah lingkungan. Konstruksi kereta ini menggunakan Alumunium Alloy yang mudah di daur ulang. Penerangan dalam ruangannya pun menggunakan lampu LED yang dipercaya lebih hemat listrik.


Rencananya, KRL ini akan beroperasi di Lintas Wakamatsu Line di JR Kyushu. Uji coba KRL ini akan dilaksanakan pada April 2016 dan resmi beroperasi untuk umum pada musim gugur 2016. Direncanakan, akan ada 6 set kereta yang diproduksi dengan masing-masing set terdiri atas 2 kereta.

Monday, 25 January 2016

Menyelami Sejarah di Museum Benteng Vredeburg


Jika berkunjung ke Yogyakarta, tidak asing di telinga kita sebuah tempat yang bernama Malioboro. Malioboro terkenal sebagai titik keramaian di tengah kota yang menawarkan beraneka ragam suvenir khas Yogyakarta. Namun tahukah Anda jika di ujung selatan jalan Malioboro terdapat sebuah benteng kokoh yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, yang bernama benteng Vredeburg?


Berawal dari tembok tanah yang dibangun Sultan
Sejarah Vredeburg bermula dari benteng sederhana berbentuk bujur sangkar yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1760 atas permintaan Belanda. Belanda pada waktu itu berdalih pembangunan benteng dimaksudkan untuk menjaga wilayah Keraton Ngayogyakarta, meskipun tujuan sebenarnya adalah untuk memudahkan Belanda dalam mengontrol aktivitas keraton. Benteng ini, dindingnya hanya terbuat dari tanah yang disangga dengan kayu pohon kelapa dan pohon aren. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut),Jayaprakosaningprang (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara). Tahun 1767 Gubernur Jenderal Hindia Belanda W.H. Van Ossenberg memulai renovasi benteng ini agar menjadi bangunan permanen, dan selesai pada tahun 1787. Benteng permanen ini dinamakan Restenburg (benteng peristirahatan). Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa hebat yang merusak beberapa bagian benteng. Bagian-bagian tersebut segera diperbaiki dan nama benteng diubah menjadi Vredeburg (benteng perdamaian).


Sumber informasi perjuangan Bangsa Indonesia
Benteng Vredeburg dijadikan museum perjuangan nasional sejak tahun 1987. Menurut Koordinator Bimbingan dan Edukasi Museum Benteng Vredeburg Budi Sayata, saat ini koleksi di Vredeburg mencapai lebih dari 6.000 barang yang terdiri dari benda-benda sisa perjuangan seperti meriam dan senjata, foto-foto, dan diorama. Untuk menarik minat pengunjung dalam mempelajari sejarah perjuangan bangsa, museum ini juga memiliki perangkat seperti informasi audio visual dengan layar sentuh dan game interaktif yang menyajikan tantangan tebak gambar pahlawan dan senjata para pejuang. Pengunjung juga bisa merasakan atmosfer perjuangan dengan melewati jalur khusus yang telah didesain sedemikian rupa dengan patung-patung prajurit, pencahayaan dramatis, dan efek suara baku tembak. Meskipun banyak ruangan yang bagian dalamnya sudah diperbaharui, namun bentuk asli bangunan masih dipertahankan sesuai dengan arsitektur Benteng Vredeburg yang asli. Keaslian bangunan dan penataan wilayah benteng yang rapi membuat tempat ini juga diminati oleh para fotografer. Anda dapat memotret kegagahan bangunan benteng dengan arsitektur yang eksotis ini dari berbagai sudut pengambilan gambar yang indah.


Objek wisata murah meriah

Museum Benteng Vredeburg buka mulai pukul 8 pagi dan tutup pada pukul 5 sore, melayani pengunjung setiap hari kecuali hari Senin. Biaya tiket yang dikenakan terbilang sangat murah, hanya 2.000 rupiah untuk orang dewasa dan 1.000 rupiah untuk anak-anak. Nunik, petugas loket Museum Benteng Vredeburg menuturkan, jumlah pengunjung Benteng Vredeburg rata-rata mencapai 500 orang pada hari biasa dan bisa mencapai 1.000 orang pada hari libur. “Karena Yogyakarta terkenal sebagai tujuan wisata, pengunjung benteng ini juga bukan hanya dari Yogyakarta. Banyak yang datang dari Jawa Barat dan Jawa Timur, bahkan juga mancanegara,” ujar Nunik. Seorang pengunjung, Aldi mengakui bahwa Vredeburg adalah objek wisata yang murah meriah. “Saya nggak terlalu ngertisejarah, tapi saya suka datang ke Benteng Vredeburg bersama teman-teman karena murah dan dioramanya bagus-bagus,” kata Aldi.

Lokomotif Pertama Buatan Indonesia di Benteng Vredeburg



Meriam, patung prajurit, pagar tinggi dan tembok tebal, munkin biasa kita jumpai di halaman depan saat pertama kali melihat sebuah benteng. Namun di Yogyakarta, ada pemandangan unik yang tidak biasa kita lihat di halaman depan sebuah benteng, yaitu sebuah lokomotif. Sejak bulan Mei 2015 Yogyakarta memiliki ikon sejarah dan wisata baru di halaman depan Benteng Vredeburg. Ikon tersebut bukanlah bangunan, melainkan sebuah lokomotif diesel tua berwarna kuning, hijau dan merah. Lokomotif itu bernama Bima Kunting 3.


Sejarah Bima Kunting 3
Bima Kunting adalah lokomotif pertama yang diproduksi oleh Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) melalui Balai Yasa Yogyakarta. Terdapat 3 unit Bima Kunting yang mulai dibuat tahun 1960 dan dioperasikan sampai tahun 1980-an.  Selain Bima Kunting 3, dua lokomotif lainnya adalah Bima Kunting 1 yang saat ini berada di Taman Lalu Lintas Bandung dan Bima Kunting 2 yang belum diketahui keberadaannya. Nama Bima Kunting diberikan oleh Sultan Hamengkubowono IX yang terinspirasi dari tokoh pewayangan Raden Setyaki (Bimo Kunthing), yakni ksatriya berbadan kecil namun memiliki kekuatan yang besar. Lokomotif Bima Kunting 3 memang berukuran tidak terlalu besar. Diciptakan tahun 1965, Bima Kunting 3 dapat melaju dengan kecepatan maksimum 45 km/jam. Pembuatan Bima Kunting 3 dilakukan di bawah pimpinan Ir. Mardjono. Bima Kunting 3 difungsikan sebagai lokomotif langsir di Balai Karya Kereta Api Yogyakarta.  Dengan kata lain Bima Kunting 3 digunakan ntuk memindahkan lokomotif lainnya yang sedang menjalani proses perawatan. Pada tahun 1980 Bima Kunting 3 terpaksa mengakhiri “tugas” karena ketiadaan suku cadang. Bima Kunting 3 pun terbengkalai dan tak terawat selama bertahun-tahun di halaman Balai Yasa. Keberadaanya sempat luput dari perhatian seiring kondisinya yang semakin memprihatinkan. Besi rangka penyusun tubuhnya rusak dan berkarat tertutup semak dan tumbuhan merambat.



Proses Konservasi Bima Kunting
Pada tahun 2007 proses konservasi Bima Kunting 3 dimulai. Keberadaannya kembali ditelusuri dan berhasil ditemukan. Bima Kunting 3 kemudian dipindahkan ke bengkel Balai Yasa.  Proses konservasi berlanjut di tahun 2011 dengan menelusuri sejumlah data masa lalu Bima Kunting 3. Pada tahun 2014 proses besar-besaran untuk “membangkitkan” Bima Kunting 3 dilakukan. Komponen luar dan dalam yang telah rusak satu persatu diperbaiki dan diganti.  Tubuh lokomotif termasuk rangka bagian atas dan bawah ditata kembali. Bima Kunting 3 pun dicat ulang dengan warna hijau, kuning dan merah. Penentuan warna didasarkan pada informasi saksi sejarah di masa awal Bima Kunting  3 beroperasi. Proses Konservasi Bima Kunting 3 selesai pada 31 Desember 2014. Pada tanggal 29 Januari 2015 tengah malam Bima Kunting 3 dipindahkan ke halaman Benteng Vredeburg. Saat itu fasadnya belum bisa disaksikan masyarakat umum karena masih dibungkus tirai dan menunggu kesiapan ruang pamer terbuka. Kini “Bima Kunting 3” bisa disaksikan dari dekat oleh siapapun. Dinaungi pepohonan rindang dan diletakkan di seberang Istana Negara Gedung Agung, Bima Kunting 3 menarik perhatian masyarakat dan wisatawan yang melintasi kawasan Malioboro.

Bima Kunting 3 tak hanya bersejarah bagi Yogyakarta

Lokomotif legendaris ini juga bermakna penting bagi bangsa Indonesia. Bima Kunting 3 dan dua saudaranya adalah hasil rekayasa teknologi yang membanggakan dan menjadi pencapaian berharga dalam ilmu pengetahuan perkeretaapian Indonesia. Lokomotif ini adalah bukti keterampilan dan keahlian anak bangsa dalam melakukan perakitan dan pengembangan teknologi lokomotif pada masa itu. Setelah eranya berlalu Bima Kunting dapat menjadi acuan dan media pembelajaran bagi rekayasa teknologi perkeretapian. Selain itu Bima Kunting 3 juga telah memberikan pengaruh yang besar dalam perkembangan bentuk, gaya dan desain lokomotif kereta api di Indonesia. Atas dasar nilai penting dan manfaat berharga di atas, pada tahun 2014 Bima Kunting 3 ditetapkan sebagai Benda Warisan Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.

Next-Gen Adidas Ace Primeknit 2016 Boots Released


The Solar Green Adidas Ace Primeknit 2016 Soccer Cleats introduce a bold design for the second generation of the Adidas Ace Primeknit Boots, released on January 25, 2016, and headlined by Real Madrid's James Rodriguez.



In January 2016, Adidas is already revealing the second generation of the Adidas Ace Football Shoes. And while the first generation of the Adidas Ace Boots was launched with just two different versions, the second-gen Adidas Ace Football Boots will be available in four different top-tier editions (synthetic Adidas Ace 16.1leather Adidas Ace 16.1, Adidas Ace 16+ Primeknit, Adidas Ace PureControl).

ADIDAS ACE 16+ PRIMEKNIT SOLAR GREEN / SHOCK PINK / CORE BLACK

This is the first colorway of the Adidas Ace 16+ Primeknit Boots.

Combining the main color Solar Green with contrasting black and Shock Pink brandings, the launch colorway of the Adidas Ace 2016 Primeknit Cleats is designed to make a bold statement. Compared to the previous generation of the Adidas Ace Boots, the next-gen Adidas Ace Primeknit Boot features a much more remarkable design that is dominated by the bold Three Stripes on the upper.



The inner sole of the Solar Green Adidas Ace 2016 Primeknit Boot is black with flashy Shock Pink brandings, while the sole plate is mainly green with transparent studs that feature pink details.

The next-gen Adidas Ace 2016 Primeknit Boots have an one-piece knitted upper that is combined with a high-ankle collar and a tongue-less design for ultimate comfort and ball control. The techfit collar that wraps around the ankle is slightly higher than the collar used for the first generation of the silo.



The Adidas Ace 16+ Primeknit Boot features a wide fit for increased comfort and a totally new outsole that has nothing in common with the AG /FG Hybrid sole plate introduced for the first-gen Adidas Ace. The all-new sole plate of the next-gen Adidas Ace 2016 Primeknit comes with a traditional stud configuration. Interestingly, whereas the synthetic version of the next-gen Adidas Ace Boots also introduces an external heel counter, the knitted Primeknit version comes without the element that is made for more stability.



Retailing at the same price as the first-gen Adidas Ace Primeknit Boots (250 USD, 250 Euro, 185 GBP), the next-gen Adidas Ace 16+ Primeknit Boot will be launched in early January 2016 and will be available at selected retailers from February 1.

"We're the leaders in football innovation for a reason and that's easy to see in the Ace 16.1 Primeknit. We've created a boot unlike anything else on the market, a boot that offers unrivalled comfort, support and a new expression of the adidas design DNA," said Sam Handy, Vice President of Design for adidas Football.

What's your pre-final verdict on the next-gen Adidas Ace Primeknit Boots? Let us know in the comments below.
Muhamad Arie Prananda. Powered by Blogger.

Blog Archive

Time

Pages

Pages - Menu

 

© 2013 Muhamad Arie Prananda. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top